Search

Survei LSI, Menguatnya Tingkat Kepercayaan pada Jokowi hingga Buruknya Kebebasan Sipil - Kompas.com - Nasional Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Survei Indonesia ( LSI) melakukan survei tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo, nasionalisme, hingga kebebasan sipil di era pemerintahan Jokowi.

Survei itu dilakukan LSI selama 8 sampai 17 September 2019. Survei melibatkan 1.550 responden yang dipilih secara acak, dengan margin of error 2,5 persen.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, merilis hasil survei lembaganya, Minggu (3/11/2019).

1. Tingkat kepercayaan menguat

Berdasarkan hasil survei LSI, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo menguat pada 2019.

Bahkan, dibanding tiga tahun sebelumnya, saat ini tingkat kepercayaan terhadap Jokowi adalah yang paling tinggi.

"Kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo cukup tinggi, 71,8 persen," kata Djayadi di kawasan Jakarta Pusat, Minggu.

Berdasar hasil survei, 10,6 persen masyarakat merasa sangat puas dengan hasil kerja Jokowi. Kemudian, sebanyak 61,2 persen merasa cukup puas.

Baca juga: Survei LSI: Kepercayaan Rakyat terhadap Jokowi Paling Tinggi pada 2019

Ada pula sebanyak 23,6 persen masyarakat yang merasa kurang puas terhadap kinerja presiden. Sisanya, sebanyak 2,9 persen masyarakat sama sekali tidak merasa puas.

Jika dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, pada Oktober 2015 tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi sebesar 53,4 persen. Pada Agustus 2016 naik menjadi 67,5 persen.

Tingkat kepuasan rakyat terhadap Jokowi kembali meningkat pada 2017 sebesar 71,8 persen. Pada 2018 menurun menjadi 70,9 persen.

"Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo tampak menguat dibandingkan pada masa awal pemerintahannya, meskipun stagnan dalam tiga tahun terakhir," ujar Djayadi.

Selain melakukan survei tentang tingkat kepercayaan masyarakat terhadap presiden, LSI juga melakukan survei mengenai nasionalisme rakyat Indonesia.

LSI menemukan, mayoritas masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nasionalisme.

Sebab, dibanding mereka yang mengutamakan identitas diri berdasar suku atau agama, lebih banyak masyarakat yang memposisikan diri mereka sebagai seorang warga negara Indonesia.

"Identitas nasional atau nasionalisme warga Indonesia jauh lebih kuat dibandingkan identitas keagamaan dan kesukuan," kata Djayadi.

Berdasar temuan survei, 66,4 persen warga lebih senang menyebut diri mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Sementara itu, 19,1 persen warga lebih senang menamakan dironya sebagai kelompok penganut agama tertentu. Sisanya, 11,9 persen warga lebih senang diidentifikasi berdasar suku mereka.

Djayadi mengatakan, angka nasionalisme di tahun 2019 paling tinggi dibandingkan dua tahun sebelumnya.

Sebab, berdasar survei, pada tahun 2018 hanya 61,4 persen warga yang lebih senang menyebut dirinya sebagai warga negara Indonesia ketimbang menyebut dirinya berdasar suku dan agama.

Baca juga: Survei LSI: Dibanding Identitas Keagamaan dan Kesukuan, Nasionalisme Rakyat Indonesia Lebih Tinggi

Di tahun itu, mereka yang mengidentifikasi diri berdasar suku sebesar 13,4 persen, sedangkan berdasar agama sebesar 22,7 persen.

Sementara itu, pada 2017, sebanyak 58,5 persen lebih senang mendudukan dirinya sebagai warga negara Indonesia ketimbang identitas suku maupun agama. Mereka yang lebih senang disebut berdasar suku sebesar 12,5 persen, sedangkan berdasar agama sebesar 25,8 persen.

"Selama tiga tahun terakir, telah terjadi tren penguatan identitas kebangsaan yang dibarengi dengan pelemahan identitas keagamaan dan kesukuan," ujar Djayadi.

3. Kebebasan sipil memburuk

Tak berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan dan nasionalisme yang menguat, kebebasan sipil di era kepemimpinan Joko Widodo dinilai masih buruk. Bahkan, belakangan, perihal kebebasan sipil ini kian mengkhawatirkan.

Hal ini diungkap oleh Djayadi yang mengutip survei nasional Saiful Mujani Reasearch and Consultant (SMRC) pada Mei hingga Juni 2019.

"Masyarakat merasakan kebebasan sipil yang menjadi pondasi demokrasi belum baik dan bahkan cenderung memburuk," kata Djayadi.

Djayadi mengatakan, temuan itu didasari oleh sejumlah hal. Pertama, masyarakat saat ini cenderung lebih takut berbicara soal politik.

Sebanyak 43 persen masyarakat Indonesia yang menjadi responden menyebut bahwa saat ini ada ketakutan tersendiri ketika membahas politik. Angka ini naik dibanding tahun 2014 sebesar 17 persen.

Tidak hanya itu, buruknya kebebasan sipil juga diukur berdasar ketakutan masyarakat terhadap penangkapan semena-mena yang mungkin dilakukan aparat hukum.

Baca juga: Demi Dua Hal Ini, Era Jokowi Dinilai Persempit Kebebasan Sipil

Sebesar 38 persen masyarakat mengaku takut jika terlibat penangkapan yang sewenang-wenang oleh aparat. Angka ini pun naik dibanding tahyn 2014 sebesar 24 persen.

Djayadi melanjutkan, saat ini masyarakat juga cenderung takut berorganisasi. Dibanding tahun 2014, angka ketakutan ini pun naik di tahun ini.

"Responden yang menyatakan bahwa sekarang warga takut berorganisasi juga naik, dari sepuluh persen pada 2014 menjadi 21 persen," ujar Djayadi.

Terakhir, dalam hal kebebasan pers, juga menunjukkan nilai yang belum baik.

Mereka yang beranggapan bahwa media massa kita bebas dan tidak disensor pemerintah cukup banyak, 43 persen. Namun yang menyatakan tidak bebas dan disensor pemerintah pun tak kalah banyak, yaitu sebesar 38 persen.

"Jika dirunut sepuluh tahun terakhir, tren sejumlah indikator kebebasan sipil di negara kita tampak mengalami kemunduran," kata Djayadi.

Let's block ads! (Why?)



Berita teratas - Google Berita
November 04, 2019 at 06:16AM
https://ift.tt/2oHNlbn

Survei LSI, Menguatnya Tingkat Kepercayaan pada Jokowi hingga Buruknya Kebebasan Sipil - Kompas.com - Nasional Kompas.com
Berita teratas - Google Berita
https://ift.tt/2neeZMr

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Survei LSI, Menguatnya Tingkat Kepercayaan pada Jokowi hingga Buruknya Kebebasan Sipil - Kompas.com - Nasional Kompas.com"

Post a Comment

Powered by Blogger.